Prinsip-prinsip
Etis Dalam Bisnis
Sistem Apartheid yang melegalkan
diskriminasi rasial pada seluruh kehidupan masyarakat kulit hitam di Afrika
Selatan. Sistem ini hanya berlaku bagi masyarakat kulit hitam dan menguntungkan
masyarakat kulit putih, dalam system ini masyarakat kulit putih dibatasi
kebebasan dan hak mereka dalam berbagai aspek , salah satunya adalah pembatasan
hak dalam aspek ekonomi.
Coltex adalah sebuah perusahaan minyak
milik America yang beroperasi di Negara tersebut dan memberikan kontribusi yang
besar bagi kedua pihak, tetapi dalam hal ini lebih menguntungkan masyarakat
kulit hitam, sehingga dimana para investor dan tokoh masyarakat lainya
mengusulkan kepada perusahan coltex untuk meninggalkan Afrika selatan karena
system pemerintahan yang tidak menghargai hak asasi manusia. Manajer menolak
karena dapat berdampak lebih buruk kepada masyarakat kulit hitam.
Manajer perusahan mengambil keputusan
ini karena mempertimbangkan utilitarianisme. Utilitarianisme adalah tindakan
dan kebijakan yang diambil dengan mengevaluasi berdasarkan keuntungan dan biaya
yang dibebankan pada masyarakat. Prakteknya utilitarianisme ini mempunyai
keberatan –keberatan , mengenai pengukuran dan penilaian utilitarianisme,
sehingga para pendukung teori utilitarian dapat memberikan tangapan –tanggapan
balik atas keberatan yang muncul.
Utilitarianisme ini berkaitan dengan
masalah hak dan keadilan, dimana beberapa kritikus menyatakan bahwa utilitarian
menghadapi jenis permasalahan moral. Moral yang dimaksudkan disini adalah
menyangkut hak moral atau hak asasi manusia dan hak hukum. Hak moral berbeda
dengan hak hukum, biasanya diangap sebagai sesuatu yang universal yang dimiliki
oleh semua orang tampa melihat system pemerintahan apa yang diterapkan di
Negara tersebut. Hak hukum adalah suatu hak yang dimiliki dan diatur sesuai
dengan undang-undang dan hukum yang berlaku di Negara tersebut.
Hak moral ini mempunyai tiga
karakteristik antara lain; 1) hak moral yang erat kaitannya dengan kewajiban,
2) hak moral yang memberikan otonomi dan kesetaraan bagi individu yang mencari
kepentingan-kepentingan mereka, dan 3) hak moral yang memberikan tindakan yang
dilakukan untuk melindungi dan membantu orang lain.
Para kritikus dapat mempermasalahkan
teori utilitarianisme yang menyangkut hak dan keadilan dengan memberikan
tangapan” prinsip utilitarian mengimplementasikan bahwa ada tindakan tertentu
yang secara moral dibenarkan meskipun pada kenyataannya tidak adil dan
melanggar hak orang lain. Tanggapan utilitarian mengenai keberatan-keberaan ini
maka kaum utilitarian mengajukan suatu versi utilitarianisme alternatif yang
cukup penting dan berpengaruh, yang disebut sebagai rule-utilitarianism
(peratura utilitarianisme ) menurut rule utiliarianisme bahwa saat menentukan
apakah tindakan tersebut dianggap etis, kita tidak perlu mempertanyakan apakah
tidakan tersebut akan memberikan utilitas paling besar.
Teori rule-utilitarian memiliki dua
bagian:
a.
Suatu tindakan dianggap benar dari sudut pandang etis jika dan hanya
jika tindakan tersebut dinyatakan dalam peraturan moral yang benar,
b. Sebuah peraturan moral dikatakan
benar jika dan hanya jika jumlah utilitas total yang dihasilkannya, jika semua
orang yang mengikuti peraturan tersebut lebih besar dari jumlah utilitas toal
yang diperoleh, jika semua orang mengikuti peraturan alteratf.
Setelah rule utilitarianisme dikemukan
namun tetap mempunyai tanggapan yang negatif dari para kritikus yang mengatakan
bahwa rulu-utilitarianisme hanya digunakan pada tindakan tertentu bukan pada
aturan. Keberatan ini mendapat tanggapan balik dengan mengatakan bahwa kita harus menggunakan kriteria utilitarian
untuk menentukan peraturan moral apa yang tepat untuk digunakan.
Konsep utilitarisme dapat beberda versi
pada satu Negara dengan Negara yang lain dimana setiap Negara mempunyai
masing-masing aturan hukum yang berlaku jadi perusahaan selain menuntut hak
juga harus memenuhi kewajibannya, seperti kasus Microsoft di Cina harus
memanatuhi aturan Negara Cina dalam konteks kewajiban yang berhubungan dengan
kode etis, netralitas politik.
Hak juga diklasifikasikan selain
negative dan hak positif, yakni keduanya masing-masing mempunyai definisi yang
berbeda, hak negatif adalah kewajiban bagi seseorang untuk tidak ikut campur
dalam aktivitas-aktivitas orang lain yang mempunyai hak atas hal ini, sedangkan
hak positif adalah memberikan hak kepada seseorang untuk ikut campur. Hak
positif dan negative ini mengundang perdebatan yang hebat mengenai campur
tanggan pemerintah dalam hal ini.
Selain mengatakan hak positif dan hak
negatif ada juga hak dan kewajiban yang disebut kontraktual, yakni hak terbatas
dan kewajiban koleratif yang muncul saat seseorang membuat perjanjian dengan
orang lain.
Hak moral dan hak hukum dapat
dipermasalahkan dengan masing-masing keberadaanya sehingga imanuel kant
(1724-1804) bahwa “ ada hak dan kewajiban moral tertentu yang dimiliki oleh
semua manusia, apa pun keuntungan utilitarian yang diberikan dari pelaksanaan
hak dan kewajiban tersebut pada orang lain “ kant juga dapat mengemukakan dua
cara untuk merumuskan prinsip moral yakni 1) sebuah tindakan secara moral benar
bagi seseorang dalam sebuah situasi jika, dan hanya jika, alasan orang tersebut
melakukan tindakan itu adalah alasan yang dipilih semua orang dalam situasi
yang sama, 2) suatu tindakan secara moral benar bagi seseorang jika, dan hanya
jika, dalam melakukannya orang tersebut tidak hanya memanfaatkan orang lain
sebagai sarana dalam meraih kepentingan kepentingannya, namun juga menghargai
dan mengembangkan kapasitas mereka untuk memilih secara bebas bagi diri mereka
sendiri.
Rumusan pertama dan kedua ini intinya
dalah suatu perintah kategoris dimana setiap orang wajib menghargai orang lain,
namun teori kant ini juga sama halnya dengan utilitarianisme yang memiliki
batasan dan kelemahan.
Teori kant mendapat keberatan keberatan
dari seorang filsuf libertarian, Nozick namun ada juga beberapa teori kant yang
diakui menurut konsep Nozick.
Pertentangan lain yang menyangkut
keadilan dan kesamaan, keadilan dapat diartikan sebagai suatu masalah yang
serius dan keadialan dapat dikategorikan menjadi tiga antara lain;
1.
Keadilan distributif; sub bagiannya adalah
a. keadilan sebagai kesamaan- semua
orang harus memperoleh bagian keuntungan dan beban masyarakat atau kelompok
dalam jumlah yang sama.
b.
Kontribusi- keuntungan haruslah didistribusikan sesuai dengan nilai
sumbangan individu yang diberikan pada masyarakat, tugas, kelompok atau
pertukaran.
c.
Kebutuhan dan kemampuan: Sosialisme- beban kerja harus didistribusikan
sesuai dengan kemampuan orang-orang, dan keuntungan hrs distribusikan sesuai
dengan kebutuhan mereka
d.
Keadilan sebagai kebebasan: libertarianisme- Dari setiap orang sesuai
dengan apa [1]yang dipilih untuk dilakukan, bagi setiap orang sesuai dengan apa
yang mereka lakukan untuk diri mereka sendiri (mungkin dengan bantuan orang
lain), dan apa yang dipilih orang lain untuk dilakukan baginya dan mereka pilih
untuk diberikan padannya atas apayang telah mereka berikan sebelumnya dan belum
diperbanyak atau dialihkan.
e.
Keadian sebagai kewajaran; Rawls- setiap orang memiliki hak yang sama
atas kebebasan dasar paling ekstensif yang dalam hal ini mirip dengan kebebasan
untuk semua orang, dan ketidak adilan social dan ekonomi diatur sedemikian rupa
sehingga keduanya; pertama: mampu memberikan keuntungan terbesar bagi
orang-orang yang kurang beruntung, dan kedua ditangani dalam lembaga dan
jabatan yang terbuka bagi semua orang berdasarkan prinsip persamaan hak dalam
memperoleh kesempatan.
2.
Keadilan retributif adalah keadilan dalam menyalahkan atau menghukum
seseorang yang telah melakukan kesalahan.
3.
Keadilan konpensatif adalah keadilan yang berkaitan dengan keadilan
dalam memperbaiki kerugian yang dialami seseorang akibat perbuatan orang lain.
Dalam bisnis etika sering tidak sejalan
dengan utilitarian namun sering seseorang melakukan pertimbangan pertimbangan
sehingga memberikan perhatian kepada orang lain, dan etika juga tidak memihak
sehingga hubungan-hubungan dapat dijaling dengan baik, namun sering orang
melakukan etika perhatian menjadi favoritisme atau memihak kelompok atau orang
tertentu dan juga bisa membuat kebosangan dan kelongaran sama halnya dengan
konsep yang lain bahwa semuanya mempunyai kelemahan kelemahan tertentu, selain
etika kita juga dapat melihat bahwa mamadukan utilitas , hak dan keadilan dan
perhatian adalah mempunyai standard moral yang menjadi dasar untuk menilai
empat hal tersebut.
Latar Belakang CSR ( Corporate social
responsibility )
Pengertian atau Definisi Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility)
Sampai saat sekarang ini belum adanya
kesatuan bahasa terhadap CSR, hal ini dapat dilihat dari berbagai pengertian
atau definisi CSR sebagai berikut :
a. The World Business Council for
Sustainable Development (WBCSD)
WBCSD merumuskan CSR sebagai “The
continuing commitment by business to behave ethically and contribute to
economic development while improving the quality of life of the workforce and
their families as well as of the local community and society at large to
improve their quality of life”.
b. World Bank
Lembaga keuangan global ini merumuskan
CSR sebagai “the commitment of business
to contribute to sustainable economic development working with employees and
their representatives, the local community and society at large to improve
quality of life, in ways that are both good for business and good for
development”.
c. European Union
Europen Union atau Uni Eropa sebagai
lembaga perhimpunan negara-negara di benua Eropa merumuskan pengertian CSR
dalam EU Green Papaer on CSR sebagai “....... is a concept whereby companies
integrate social and environmental concerns in their business operations and in
their interaction with their stakeholderss on a voluntary basic”.
Lebih lanjut The Europen Commission juga
menjelaskan kembali bahwa CSR adalah “Being socially responsibility means not
only fulfilling legal expectations, but also going beyond compliance and
investing more into human capital, the enviroment and relations with
stakholders”.
d. CSR Forum juga memberikan merumuskan
pengertian tentang CSR yaitu “CSR mean open and transparent business practices
that are based on ethical values and respect for employeses, communities and
enviroment”.
e. Business for Social Responsibility
Merumuskan CSR sebagai “Operating a
business in a manner that meets or exceeds the ethical, legal, commercial and
public expectations that society has of business. Social Responsibility is a
guiding principle for every decision made and in every area of a business”.
Kondisi yang sama juga terjadi dalam
konteks ketentuan peraturan perundang-undangan, seperti :
a. Penjelasan Pasal 15 huruf b
Undang-undang nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (disingkat UUPM) yang
menegaskan bahwa “tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab yang
melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk menciptakan hubungan yang
serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat
setempat”.
b. Pasal 1 angka 3 Undang-undang nomor 40
Tahun 2007 tentang Perusahaan Terbatas (disingkat UUPT) juga menegaskan bahwa
“tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen Perusahaan untuk berperan
serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas
kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perusahaan sendiri,
komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya”.
Sedangkan menurut rumusan Trinidad and
Tobacco Bureau of Standard (TTBS) dapat disimpulkan bahwa CSR terkait dengan
nilai dan standar yang dilakukan berkenaan dengan beroperasinya suatu
perusahaan. Sehingga CSR diartikan sebagai komitmen dalam berusaha secara etis,
beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan
peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan
masyarakat secara lebih luas. Kemudian
John Elkingston’s menegaskan sebagai berikut :
“Corporate Social Responsibility is a
concept that organisation, especially (but not only) corporations, have an
obligation to consider the interests of costomers, employees, shareholders,
communities, and ecological considerations in all aspects af their operations.
This obligation is been to extend beyond their statutory obligation to comply
with legislation”.
Rumusan CSR ini lebih menekankan pada
konsep suatu perusahaan untuk mengindahkan kewajibannya terhadap konsumen,
karyawan, pemegang saham, masyarakat, dan ekologis dalam semua aspek
aktivitasnya. Kemudian ia juga menegaskan bahwa kewajiban dimaksud jauh lebih
luas dari kewajiban menurut undang-undang untuk mematuhi peraturan
perundang-undangan yang ada.
Sedangkan Benerjee yang menyatakan
“....corporate social responsibility is “too broad in its scope to be relevant
to organizations”. Apa yang diungkapkan
Benerjee ini semakin memperjelas bahwa ruang lingkup CSR begitu luas bagi suatu
perusahaan (organisasi). Berdasarkan hal tersebut, Gobbels, Votaw dan Sethi
lebih memperjelas dengan menyatakan “….considered social responsibility a
brilliant term : “it means something, but not always the same thing to
everibody”. Begitu pula Michael Hopkins
dalam Working Paper-nya yang disampaikannya kepada Policy Integration
Departement World Commission on the Social Dimension of Globalization International
Labour Office, Genewa tahun 2004 menjelaskan bahwa CSR adalah :
“CSR is concerned with treating the
stakeholders of the firm ethically or in a responsible manner. ‘Ethically or
responsible’ means treating stakeholders in a manner deemed acceptable in
civilized societies. Social includes economic responsibility, stakeholders
exist both within a firm and outside. The natural environment is a stakeholder.
The wider aim of social responsibility is to create higher and higher standards
of living, while preserving the profitability of the corporation, for people
both within and outside the corporation”.
Dari penjelasan Michael Hopkins tersebut
dapat disimpulkan bahwa CSR berkaitan dengan perlakukan perusahaan terhadap
stakeholders baik yang berada di dalam maupun di luar perusahaan termasuk
lingkungan secara etis atau secara bertanggung jawab, dengan memperlakukan
stakeholders dengan cara yang bisa diterimanya. Sedangkan secara sosial CSR
meliputi tanggung jawab di bidang ekonomi dalam upaya menciptakan standar hidup
lebih baik dengan tetap menjaga profitabilitas perusahaan.
Certo sebagai pakar etika mendefinisikan
CSR sebagai ”... managerial obligation to take action that protects and
improves both the welfare of society as a whole and the interest of
organization.” Sementara itu, Lawrence,
Weber dan Post menyatakan bahwa ”CSR means that a corporation should be held
accountable for any of its actions affect people, their communities and their
environment.” Sedangkan Kotler and Lee “…a commitment to improve community
well-being through discretionary business practices and contributions of
corporate resources.” Dan Wineberg dan Rudolph memberi definisi Corporate
Social Responsibillity (CSR) sebagai: The contribution that a company makes in
society through its core business activities, its social investment and
philanthropy programs, and its engagement in public policy” .
Pengertian dan konsep CSR terus
mengalami perkembangan, pakar akutansi Davis dan Frederick tahun 1992
menyatakan bahwa CSR adalah sebagai kewajiban organisasi bisnis atau perusahaan
untuk mengambil bagian dalam kegiatan yang bertujuan melindungi serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan di samping
kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk kepentingan organisasi itu sendiri. Kemudian Farmer dan Hogue menyatakan bahwa
“Social responsibility action by a corporation are action that, when judged by
society in the future, are seen to have been maximum help in providing
necessary amounts of desired goods and service at minimum financial and social
cost, distributed as equatably as posible.
Dalam hal ini Farmer dan Hogue lebih menekankan bahwa CSR adalah
komitmen perusahaan untuk mampu memberikan apa yang masyarakat inginkan.
Dari berbagai pengertian atau definisi
diatas dapat disimpulkan bahwa CSR adalah sebagai komitmen perusahaan untuk
melaksanakan kewajiban yang didasarkan atas keputusan untuk mengambil kebijakan
dan tindakan dengan memperhatikan kepentingan para stakeholders dan lingkungan
dimana perusahaan melakukan aktivitasnya yang berlandaskan pada ketentuan hukum
yang berlaku.
Menurut Prince of Wales International
Business Forum, ada 5 (lima) pilar
aktivitas CSR yaitu sebagai berikut :
a. Building human capital adalah
berkaitan dengan internal perusahaan untuk menciptakan sumber daya manusia yang
handal, sedangkan secara eksternal perusahaan dituntut melakukan pemberdayaan
masyarakat.
b. Strengthening economies adalah
perusahaan dituntut untuk tidak menjadi kaya sendiri sementara komunitas di lingkungannya
miskin. Perusahaan harus memberdayakan ekonomi sekitarnya.
c. Assesing social chesion adalah upaya
untuk menjaga keharmonisan dengan masyarakat sekitarnya agar tidak menimbulkan
konflik.
d. Encouraging good governance adalah perusahaan
dalam menjalankan bisnisnya, harus mengacu pada Good Corporate Governance
(GCG).
e. Protecting the environment adalah
perusahaan harus berupaya keras menjaga kelestarian lingkungan.
Dari kelima pilar iru menunjukan bahwa
CSR jauh lebih luas cakupannya dibandingkan dengan community development.
Perbedaan paling mendasar terlihat dari ruang lingkup CSR yang meliputi 3BL dan
berlangsung secara sustainable. Monitoring serta evaluasi program sangatlah
dibutuhkan agar kegiatan tepat sasaran, bahkan laporan (reporting) sebagai
cerminan out put dijadikan sebagai feedback.
Prinsip-prinsip Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan
Mengingat luasnya ruang lingkup CSR,
sehingga tidak salah bila pelaku usaha menerapkan CSR sesuai dengan tingkat
pemahaman dan kebutuhan mereka. Namun sebagai acuan dalam
mengimplementasikannya dapat merujuk pada prinsip-prinsip dasar CSR sebagaimana
dinyatakan oleh salah seorang pakar CSR dari University of Bath Inggris yaitu
Alyson Warhurst yang menjelaskan bahwa
ada 16 (enam belas) prinsip yang harus diperhatikan dalam
mengimplementasikan CSR yaitu :[1]
a.
Prioritas Perusahaan
i. Penelitian
b.
Manajemen Terpadu
j. Prinsip pencegahan
c.
Proses Perbaikan
k. Kontraktor dan pemasok
d.
Pendidikan Karyawan
l. Siaga menghadapi darurat
e.
Pengkajian m. Trasfer
best practice
f.
Produk dan Jasa
n. Memberikan sumbangan
g.
Informasi Publik o. Keterbukaan
(disclosure)
h.
Fasilitas dan Operasi
p. Pencapaian dan pelaporan
Pada sisi lain, Organization for
Economic Cooperation and Development (OECD) pada saat pertemuan para menteri
anggota OECD di Prancis tahun 2000, merumuskan prinsip-prinsip CSR bagi
perusahaan transnasional meliputi :[2]
a.
Memberi kontribusi untuk kemajuan ekonomi, sosial, dan lingkungan
berdasarkan pandangan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan (sustainable
development).
b.
Menghormati hak-hak asasi manusia yang dipengaruhi oleh kegiatan yang
dijalankan perusahaan tersebut, sejalan dengan kewajiban dan komitmen
pemerintah di negara tempat perusahaan beroperasi.
c.
Mendorong pembangunan kapasitas lokal melalui kerja sama yang erat
dengan komunitas lokal. Termasuk kepentingan bisnis. Selain mengembangkan
kegiatan perusahaan di pasar dalam dan luar negeri sejalan dengan kebutuhan
praktek perdagangan.
d.
Mendorong pembentukan human capital, khususnya melalui penciptaan
kesempatan kerja dan memfasilitasi pelatihan bagi karyawan.
e.
Menahan diri untuk tidak mencari atau menerima pembebasan di luar yang
dibenarkan secara hukum yang terkait dengan lingkungan, kesehatan dan
keselamatan kerja, perburuhan, perpajakan, insentif finansial dan isu-isu
lainnya.
f.
Mendorong dan memegang teguh prinsip-prinsip Good Corporate Governance
(GCG) serta mengembangkan dan menerapkan praktek-praktek tata kelola perusahaan
yang baik.
g.
Mengembangkan dan menerapkan praktek-praktek sistem manajemen yang
mengatur diri sendiri (self-regulation) secara efektif guna menumbuh kembangkan relasi saling
percaya diantara perusahaan dan masyarakat setempat dimana perusahaan
beroperasi.
h.
Mendorong kesadaran pekerja yang sejalan dengan kebijakan perusahaan
melalui penyebarluasan informasi tentang kebijakan-kebijakan itu pada pekerja
termasuk melalui program-program pelatihan.
i.
Menahan diri untuk tidak melakukan tindakan tebang pilih
(discrimination) dan indisipliner.
j.
Mengembangkan mitra bisnis, termasuk para pemasok dan sub-kontraktor,
untuk menerapkan aturan perusahaan yang sejalan dengan pedoman tersebut.
k.
Bersikap abstain terhadap semua keterlibatan yang tak sepatutnya dalam
kegiatan-kegiatan politik lokal.
Sedangkan menurut ISO 26000 tentang CSR,
ditetapkan adanya 7 (tujuh) prinsip CSR sebagai perilaku perusahaan yang didasarkan
atas standar dan panduan berperilaku dalam konteks situasi tertentu. Ketujuh
prinsip tersebut adalah:
a.
Akuntabilitas; hal ini terlihat dari perilaku organisasi yang berkaitan
dengan masyarakat dan lingkungan.
b.
Tranparansi; hal ini terlihat dari pengambilan keputusan dan aktivitas
yang berdampak terhadap pihak lain (stakholders).
c.
Perilaku etis; hal ini berkaitan
dengan perilaku etis perusahaan sePanjang waktu.
d.
Stakeholders; hal ini berkaitan dengan penghargaan dan mempertimbangkan
kepentingan stakeholders-nya.
e.
Aturan hukum; berkaitan dengan penghormatan dan kepatuhan terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
f.
Norma internasional; terutama berkaitan dengan penghormatan dan
penghargaan terhadap norma internasional, terutama berkaitan dengan norma yang
lebih mendukung pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, dan
g.
Hak asasi manusia; berkaitan dengan pemahaman mengenai arti penting hak
asasi manusia (HAM) sebagai konsep universal.
Selain pendapat ahli, OECD, dan ISO
26000, sebagai pegangan dalam melaksanakan CSR dapat juga mengacu pada Global
Compact (GC) yang dideklarasikan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada
tahun 2000. GC mengelompokkan prinsip CSR atas 4 (empat) yaitu sebagai berikut
:[3]
a.
Human Rights :
Principle 1 : Perusahaan
mendukung dan menghormati perlindungan
terhadap deklarasi internasional tentang hak azasi manusia;
Principle 2 : Tidak terlibat dalam penyalahgunaan hak azasi
manusia.
b.
Labour Standards :
Principle 3 : Perusahaan menjunjung tinggi kebebasan untuk
berkumpul dan bermusyawarah;
Principle 4 : Penghapusan semua tekanan
terhadap tenaga kerja;
Principle 5 : Penghapusan buruh anak;
Principle 6: Penghapusan diskriminasi
terhadap pekerjaan dan jabatan.
c.
Environment :
Principle 7 : Perusahaan mendukung pencegahan perusakan
lingkungan;
Principle 8 : Berinisiatif mempromosikan tanggung jawab
lingkungan;
Principle 9 : Mendorong pengembangan teknologi ramah
lingkungan.
d.
Anti-Corruption :
Principle 10 : Perusahaan harus melawan
korupsi dalam semua bentuk, mencakup pemerasan dan penyuapan.