1. LATAR BELAKANG
Bahasa merupakan unsur yang sangat vital dalam berkomunikasi, yakni sebagai
alat komunikasi yang paling utama. Bahasa mempunyai kedudukan yang sangat
penting bagi kehidupan manusia. Dalam melaksanakan hubungan social dengan
sesamanya, manusia sudah menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi sejak
berabad – abad silam.
Bahasa merupakan sebuah system lambang, berupa bunyi, bersifat arbriter,
produktif, dinamis, beragam, dan manusiawi (Chaer dan Agustina, 1995 : 14).
Namun, secara tradisional bahasa merupakan alat untuk berinteraksi atau
berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, dan
perasaan. Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi manusia baik berbentuk lisan
maupun tulisan, pada hakikatnya merupakan sebuah system yang terdiri atas
beberapa unsur yang saling mendukung. Fungsi ini sudah mencakup lima fungsi
dasar yang disebut expression, information, exploration, persuation, dan
entertainment (Michel, 1967 : 51, Chaer dan Agustina, 1995 : 19).
Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar mempunyai beberapa konsekuensi logis
terkait dengan pemakaiannya sesuai dengan situasi dan kondisi. Pada kondisi
tertentu, yaitu pada situasi formal penggunaan bahasa Indonesia yang benar
menjadi prioritas utama, dan pemakaiannya sering menggunakan bahasa baku.
Kendala yang harus dihindari dalam pemakaian bahasa baku antara lain disebabkan
oleh adanya gejala bahasa seperti interferensi, integrasi, campur kode, alih
kode dan bahasa gaul yang tanpa disadari sering digunakan dalam komunikasi
resmi. Hal ini mengakibatkan bahasa yang digunakan menjadi tidak baik.
Sedangkan Berbahasa yang baik yang menempatkan pada kondisi tidak resmi atau
pada pembicaraan santai tidak mengikat kaidah bahasa di dalamnya.
Seiring dengan perkembangan zaman, maka pemakaian bahasa Indonesia baik dalam
kehidupan sehari-hari maupun dunia film mulai bergeser digantikan dengan
pemakaian bahasa anak remaja yang dikenal dengan “Bahasa Gaul”. Interferensi
bahasa gaul kadang muncul dalam penggunaan bahasa Indonesia dalam situasi resmi
yang mengakibatkan penggunaan bahasa menjadi tidak baik dan tidak benar. Bahasa
gaul merupakan salah satu cabang dari bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk
pergaulan. Istilah ini mulai muncul pada akhir ahun 1980-an. Pada saat itu
bahasa gaul dikenal sebagai bahasanya para bajingan atau anak jalanan
disebabkan arti kata prokem dalam pergaulan sebagai preman.
Sehubungan dengan semakin maraknya penggunaan bahasa gaul yang digunakan oleh
sebagian masyarakat modern, perlu adanya tindakan dari semua pihak yang peduli
terhadap eksistensi bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional, bahasa
persatuan, dan bahasa pengantar dalam dunia pendidikan. Dewasa ini, bahasa
prokem mengalami pergeseran fungsi dari bahasa rahasia menjadi bahasa gaul.
Dalam konteks kekinian, bahasa gaul merupakan dialek bahasa Indonesia
non-formal yang terutama digunakan di suatu daerah atau komunitas tertentu.
2. PEMBAHASAN
2.1 Munculnya “Bahasa Gaul” Di Kalangan Masyarakat (Remaja)
Salah satu dampak dari pembangunan dan perkembangan jaman adalah
modernisasi, di mana segala hal yang ada di lingkungan kita harus selalu ter
up-to date. Dampak dari modernisasi yang paling terlihat adalah gaya hidup,
seperti cara berpakaian, cara belajar, aplikasi teknologi yang makin maju
maupun cara bertutur kata (pemakaian bahasa). Dilihat dari cara bertutur kata
atau dalam pemakaian bahasa, dewasa ini munculnya “Bahasa Gaul” sangat
fenomenal terutama terlihat pada kalangan masyarakat (remaja) khususnya yang
ingin diakui sebagai remaja jaman sekarang yang gaul, funky, dan keren.
Kemunculan bahasa gaul ini dapat menggeser penggunaan bahasa Indonesia yang
baik dan benar.
Dalam sebuah milis (2006) disebutkan bahwa bahasa gaul memiliki sejarah sebelum
penggunaannya populer seperti sekarang ini. Berikut ini merupakan sejarah
bahasa gaul tersebut, antara lain yaitu :
1. Nih Yee
Ucapan ini terkenal di tahun 1980-an, tepatnya November 1985. pertama kali yang
mengucapkan kata tersebut adalah seorang pelawak bernama Diran. Selanjutnya
dijadikan bahan lelucon oleh Euis Darliah dan popular hingga saat ini.
2. Memble dan Kece
Dalam milis tersebut dinyatakan bahwa kata memble dan kece merupakan kata-kata
ciptaan khas Jaja Mihardja. Pada tahun 1986, muncul sebuah film berjudul Memble
tapi Kece yang diperankan oleh Jaja Mihardja ditemani oleh Dorce Gamalama.
3. Boo
Kata ini popular pada pertengahan awal 1990-an. Penutur pertama kata Boo…adalah
grup GSP yang beranggotakan Hennyta Tarigan dan Rina Gunawan. Kemudian kata-kata
dilanjutkan oleh Lenong Rumpi dan menjadi popular di lingkungan pergaulan
kalangan artis. Salah seorang artis bernama Titi DJ kemudian disebut sebagai
artis yang benar-benar mempopulerkan kata ini.
4. Nek
Setelah kata Boo… populer, tak lama kemudian muncul kata-kata Nek… yang
dipopulerkan anak-anak SMA di pertengahan 90-an. Kata Nek… pertama kali di
ucapkan oleh Budi Hartadi seorang remaja di kawasan kebayoran yang tinggal
bersama neneknya. Oleh karena itu, lelaki yang latah tersebut sering mengucapkan
kata Nek…
5. Jayus
Di akhir dekade 90-an dan di awal abad 21, ucapan jayus sangat popular. Kata
ini dapat berarti sebagai ‘lawakan yang tidak lucu’, atau ‘tingkah laku yang
disengaca untuk menarik perhatian, tetapi justru membosankan’. Kelompomk yang
pertama kali mengucapkan kata ini adalah kelompok anak SMU yang bergaul di
kitaran Kemang.
Asal mula kata ini dari Herman Setiabudhi. Dirinya dipanggil oleh
teman-temannya Jayus. Hal ini karena ayahnya bernama Jayus Kelana, seorang
pelukis di kawasan Blok M. Herman atau Jayus selalu melakukan hal-hal yang
aneh-aneh dengan maksud mencari perhatian, tetapi justru menjadikan bosan
teman-temannya. Salah satu temannya bernama Sonny Hassan atau Oni Acan sering
memberi komentar jayus kepada Herman. Ucapan Oni Acan inilah yang kemudian
diikuti teman-temannya di daerah Sajam, Kemang lalu kemudian merambat populer
di lingkungan anak-anak SMU sekitar.
6. Jaim
Ucapan jaim ini di populerkan oleh Bapak Drs. Sutoko Purwosasmito, seorang
pejabat di sebuah departemen, yang selalu mengucapkan kepada anak buahnya untuk
menjaga tingkah laku atau menjaga image.
7. GituLoh…(GL)
Kata GL pertama kali diucapin oleh Gina Natasha seorang remaja SMP di kawasan
Kebayoran. Gina mempunyai seorang kakak bernama Ronny Baskara seorang pekerja
event organizer. Sedangkan Ronny punya teman kantor bernama Siska Utami. Suatu
hari Siska bertandang ke rumah Ronny. Ketika dia bertemu Gina, Siska bertanya
dimana kakaknya, lantas Gina ngejawab di kamar, Gitu Loh. Esoknya si Siska di
kantor ikut-ikutan latah dia ngucapin kata Gitu Loh…di tiap akhir pembicaraan.
2.2 “Bahasa Gaul” Di Kalangan Remaja
Bahasa gaul adalah dialek bahasa Indonesia nonformal yang digunakan oleh
komunitas tertentu atau di daerah tertentu untuk pergaulan (KBBI, 2008: 116).
Bahasa gaul identik dengan bahasa percakapan (lisan). Bahasa gaul muncul dan
berkembang seiring dengan pesatnya penggunaan teknologi komunikasi dan
situs-situs jejaring sosial.
Bahasa gaul pada umumnya digunakan sebagai sarana komunikasi di antara remaja
sekelompoknya selama kurun tertentu. Hal ini dikarenakan, remaja memiliki
bahasa tersendiri dalam mengungkapkan ekspresi diri. Sarana komunikasi
diperlukan oleh kalangan remaja untuk menyampaikan hal-hal yang dianggap
tertutup bagi kelompok usia lain atau agar pihak lain tidak dapat mengetahui
apa yang sedang dibicarakannya. Masa remaja memiliki karakteristik antara lain
petualangan, pengelompokan, dan kenakalan. Ciri ini tercermin juga dalam bahasa
mereka. Keinginan untuk membuat kelompok eksklusif menyebabkan mereka menciptakan
bahasa rahasia (Sumarsana dan Partana, 2002:150).
Menurut Owen (dalam Papalia: 2004) remaja mulai peka dengan kata-kata yang
memiliki makna ganda. Mereka menyukai penggunaan metafora, ironi, dan bermain
dengan kata-kata untuk mengekspresikan pendapat, bahkan perasaan mereka.
Terkadang mereka menciptakan ungkapan-ungkapan baru yang sifatnya tidak baku.
Bahasa seperti inilah yang kemudian banyak dikenal dengan istilah “Bahasa Gaul”
atau Bahasa Alay.”
Indra Sarathan, dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra
Universitas Padjadjaran berpendapat, munculnya fenomena bahasa alay di kalangan
generasi muda adalah sebuah bentuk pemberontakan. Pemberontakan hanya akan
terjadi jika ada sesuatu yang salah. Lalu apa yang salah ? “Bukan karena bahasa
Indonesia yang kaku, melainkan metode pembelajaran di kelas yang mungkin kaku.
Padahal tata bahasa Indonesia termasuk yang fleksibel dan mudah dipelajari,”
ujarnya.
Sobana Hardjasaputra dalam sebuah tulisannya yang berjudul “Bahasa Nasional
yang Belum Menasional” menyebutkan sejumlah hal yang menyebabkan bahasa
Indonesia bisa semakin “tidak menasional”, di antaranya pengaruh bahasa media
massa dan “bahasa gaul” bagi kalangan remaja. Oleh karena terbiasa menggunakan
“Bahasa Gaul”, dalam pembicaraan formal pun para remaja lupa untuk berbicara
dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar. Inilah yang gawat. Selain itu,
pengaruh budaya Barat yang sulit dibendung, akibat perkembangan teknologi juga
akan berpengaruh terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang semakin tidak
merakyat.
2.3 Pengaruh Media Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia
Menjamurnya internet dan situs-situs jejaring sosial juga berdampak signifikan
terhadap perkembangan bahasa gaul. Penikmat situs-situs jejaring sosial yang
kebanyakan adalah remaja, menjadi agen dalam menyebarkan pertukaran bahasa
gaul. Tulisan seorang remaja di situs jejaring sosial yang menggunakan bahasa
ini, akan dilihat dan bisa jadi ditiru oleh ribuan remaja lain.
Bila ditelusuri, bahasa gaul juga muncul di kalangan anak sekolah dasar karena
pengaruh lingkungan. Umumnya mereka menyerap dari percakapan orang-orang dewasa
di sekitarnya. Atau meniru dari media massa, semisal dari adegan percakapan di
televisi maupun mengikuti tren bahasa gaul di media cetak. Yang pasti, bahasa
gaul akan selalu muncul dan berkembang sesuai zaman masing-masing. Beberapa
tahun lalu, istilah “memble aje” atau “Biarin, yang penting kece” sempat
ngetren. Istilah-istilah tersebut lantas tenggelam dengan sendirinya,
tergantikan oleh istilah lain. Di antaranya, “so what gitu loh”, “jayus”, dan
“Kesian deh lo!”
Mengapa anak usia SD? Tak lain karena dorongan untuk meniru lingkungan amat
kuat dalam diri anak usia sekolah dasar. Ini merupakan tanda bahwa mereka
tengah berusaha untuk beradaptasi dan bersosialisasi dengan lingkungannya. Tak
heran kalau ada temannya yang menggunakan bahasa gaul sebagai bahasa
sehari-hari biasanya ia juga akan menggunakan bahasa yang sama saat
berkomunikasi dengan teman-temannya.
Untuk itu perlu dipahami bahwa menyerap bahasa gaul yang tengah menjadi tren
merupakan bagian dari konformitas terhadap lingkungan. Pahami pula jika hal ini
merupakan salah satu tahapan perkembangan kepribadian anak usia sekolah. Yang
dimaksud konformitas adalah meleburkan diri pada lingkungan agar mendapat
pengakuan. Dalam perkembangan sosial anak usia SD, konformitas memang amat
diperlukan karena akan meningkatkan self esteem (harga diri) anak. Jadi,
biarkan saja anak ikut tren yang memang diperlukan bagi perkembangan sosialnya.
Yang harus diajarkan pada anak adalah soal penempatan, dalam arti kapan dan
kepada siapa bahasa tersebut boleh digunakan.
2.4 Struktur Dalam Pemakaian “Bahasa Gaul”
Pada dasarnya ragam bahasa gaul remaja memiliki ciri khusus, singkat, lincah
dan kreatif. Kata-kata yang digunakan cenderung pendek, sementara kata yang
agak panjang akan diperpendek melalui proses morfologi atau menggantinya dengan
kata yang lebih pendek. Kalimat-kalimat yang digunakan kebanyakan berstruktur
kalimat tunggal. Bentuk-bentuk elip juga banyak digunakan untuk membuat susunan
kalimat menjadi lebih pendek sehingga seringkali dijumpai kalimat-kalimat yang
tidak lengkap. Hal itu dapat dilihat dari :
• Pengunaan awalan e
Kata emang itu bentukan dari kata memang yang disisipkan bunyi e. Disini jelas
terlihat terjadi pemendekan kata berupa mengilangkan huruf depan (m). Sehingga
terjadi perbedaan saat melafalkan kata tersebut dan merancu dari kata aslinya.
• Kombinasi k, a, g
Kata kagak bentukan dari kata tidak yang bunyinya tid diganti kag. Huruf
konsonan pada kata pertama diganti dengan k huruf vocal i diganti a. Huruf
konsonan kedua diganti g. sehingga kata tidak menjadi kagak.
• Sisipan e
Kata temen merupakan bentukan dari kata teman yang huruf vocal a menjadi e. Hal
ini mengakibatkan terjadinya perbedaan pelafalan.
Contoh lain yang merupakan jenis-jenis padanan kata yang ada dalam kamus alay:
• Barang abal yang dipamerin ketemen terus dia ngaku beli di singapore. amrik .
dan sbgainya. “eh liat nih gue beli gelang dijerman gituloh asli kalo ga salah
sih dirupiahin 500 ribu ya.” padahal dia beli di itc aja!! yang 10 ribu 5
hahaha.
• Tulisan gede-kecil. “aLoW kLiAnZ hArUz ADd GwE YaH!!” atau dengan a ngggka
“K4Ng3nZ dWEcChh” NNNNNZZZZZ
- minta di add di shotout, “j9n lupa ett ghw”
-gaya dengan bibir monyong, telunjuk nempel bibir, gaya tangan dengan oke
dipinggir kepala dan foto dari atas
-.nge post bulbo cuma buat kasih tau dia lagi online & minta comment.
- iya : ia
- kamu: kamuh,kammo,kamoh,kamuwh,kamyu,qamu,etc
- aku : akyu,aq,akko,akkoh,aquwh,etc
- maaf: mu’uph,muphs,maav,etc
- sorry: cowyie,cory,tory(?),etc
- add : ett,etths,aad,edd,etc
- for : vo,fur(zz),pols,etc
- lagi : agi,agy
- makan: mums,mu’umhs,etc
- lucu : lutchuw,uchul,luthu,etc
- siapa: cppa,cp,ciuppu,siappva,etc
- apa : uppu,apva,aps,etc
- narsis: narciezt,narciest,etc
• Tulisannya gede kecil dan pake angka (idihh) sebenarnya masih banyak
kata-kata atau frase yang belum aku tuliskan, paling tidak contoh diatas itu
membuktikan bahwa memang adanya kata-kata alay.
2.5 Langkah – Langkah Pencegahan Pergeseran Pemakaian Bahasa Indonesia
a) Menjadikan Lembaga Pendidikan Sebagai Basis Pembinaan Bahasa
Bahasa baku sebagai simbol masyarakat akademis dapat dijadikan sarana pembinaan
bahasa yang dilakukan oleh para pendidik. Para pakar kebahasaan, misalnya
Keraf, 1979:19; Badudu, 1985:18; Kridalaksana, 1987:4-5; Sugono, 1994:8,
Sabariyanto, 2001:3; Finoza, 2002:7; Alwi dkk., (eds.) 2003:5; serta Arifin dan
Amran, 2004:20 memberikan batasan bahwa bahasa Indonesia baku merupakan ragam
bahasa yang digunakan dalam dunia pendidikan berupa buku pelajaran, buku-buku
ilmiah, dalam pertemuan resmi, administrasi negara, perundang-undangan, dan
wacana teknis yang harus digunakan sesuai dengan kaidah bahasa yang meliputi
kaidah fonologis, morfologis, sintaktis, kewacanaan, dan semantis.
b) Perlunya Pemahaman Terhadap Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan
sesuai dengan norma yang berlaku dan sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa
Indonesia (Sugono, 1994: 8). Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa yang
digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku. Sedangkan Bahasa
Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan
aturan atau kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Kaidah bahasa itu meliputi
kaidah ejaan, kaidah pembentukan kata, kaidah penyusunan kalimat, kaidah
penyusunan paragraf, dan kaidah penataan penalaran. Jika kaidah ejaan digunakan
dengan cermat, kaidah pembentukan kata ditaati secara konsisten, pemakaian
bahasa dikatakan benar, begitu juga sebaliknya.
c) Diperlukan Adanya Undang-Undang Kebahasaan
Dengan adanya undang-undang penggunaan bahasa diarapkan masyarakat Indonesia
mampu menaati kaidahnya agar tidak mencintai bahasa negara lain di negeri
sendiri. Sebagai contoh nyata, banyak orang asing yang belajar bahasa Indonesia
merasa bingung saat mereka berbicara langsung dengan orang Indonesia asli,
karena Bahasa yang mereka pakai adalah formal, sedangkan kebanyakan orang
Indonesia berbicara dengan bahasa informal dan gaul.
d) Peran Variasi Bahasa dan Penggunaannya
Variasi bahasa terjadi akibat adanya keberagaman penutur dalam wilayah yang
sangat luas. Penggunaan variasi bahasa harus disesuaikan dengan tempatnya
(diglosia), yaitu antara bahasa resmi atau bahasa tidak resmi. Variasi bahasa
tinggi (resmi) digunakan dalam situasi resmi seperti, pidato kenegaraan, bahasa
pengantar pendidikan, khotbah, suat menyurat resmi, dan buku pelajaran. Variasi
bahasa tinggi harus dipelajari melalui pendidikan formal di sekolah-sekolah. Sedangkan
variasi bahasa rendah digunakan dalam situasi yang tidak formal, seperti di
rumah, di warung, di jalan, dalam surat-surat pribadi dan catatan untuk dirinya
sendiri. Variasi bahasa ini dipelajari secara langsung dalam masyarakat umum,
dan tidak pernah dalam pendidikan formal.
e) Menjunjung Tinggi Bahasa Indonesia di Negeri Sendiri
Sebenarnya apabila kita mendalami bahasa menurut fungsinya yaitu sebagai
bahasa nasional dan bahasa negara, maka bahasa Indonesia merupakan bahasa
pertama dan utama di negara Republik Indonesia. Bahasa daerah yang berada dalam
wilayah republik bertugas sebagai penunjang bahasa nasional, sumber bahan
pengembangan bahasa nasional, dan bahasa pengantar pembantu pada tingkat
permulaan di sekolah dasar di daerah tertentu untuk memperlancar pengajaran
bahasa Indonesia dan mata pelajaran lain. Jadi, bahasa-bahasa daerah ini secara
sosial politik merupakan bahasa kedua.
Selain bahasa daerah, bahasa-bahasa lain seperti bahasa Cina, bahasa Inggris,
bahasa Arab, bahasa Belanda, bahasa Jerman, dan bahasa Perancis berkedudukan
sebagai bahasa asing. Di dalam kedudukannya sebagai bahasa asing, bahasa-bahasa
terebut bertugas sebagai sarana perhubungan antarbangsa, sarana pembantu
pengembangan bahasa Indonesia, dan alat untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern bagi kepentingan pembangunan nasional. Jadi, bahasa-bahasa
asing ini merupakan bahasa ketiga di dalam wilayah negara Republik Indonesia.